1. Lari cepat jarak pendek (sprint)
Latihan ini bermanfaat meningkatkan pelepasan hormon pertumbuhan. Penekanan pada otot kaki selama latihan berdampak pada pemanjangan tulang dan otot.Tetapi jangan terlalu sering melakukannya karena dapat menyebabkan pembengkakan pada otot dan tendon. Sprint dianjurkan pada permukaan alami seperti lantai atau rumput, bukan beton.
2. Menendang
Berdiri dengan kaki lebar dan angkat satu kaki kemudian lakukan tendangan. Ulangi minimal 20 tendangan pada satu kaki dan kemudian beralih ke kaki yang lain. Lakukan latihan ini selama 20 kali, karena dapat memperpanjang tulang kering dan paha.
3. Lompat
Berdirilah di depan bangku atau tangga setinggi kaki. Untuk memulai, lompat dengan satu kaki dalam sepuluh hitungan. Lalu, ulangi dengan kaki lain. Lakukan gerakan melompat hingga tiga kali. Anda bisa beristirahat di sela latihan.
4. Bersepeda
Gerakan mengayuh sepeda membuat jari kaki terus mencapai pedal. Ini merupakan peregangan yang bisa membuat kaki lebih panjang. Lakukanlah selama sekitar 10-15 menit. Anda juga dapat menggunakan sepeda statis atau stationary cycle.
5. Berenang
Olahraga satu ini memang sangat efektif untuk membuat tubuh fit dan lebih fleksibel. Lakukan renang gaya dada dan lakukan minimal 20 menit.
6. Lompat tali
Latihan ini sangat menyenangkan, apalagi jika Anda sambil mendengarkan musik menghentak. Lakukan sebanyak 300 kali setiap hari.
7. Berayun
Gunakan penahan atau ambang pintu yang tinggi. Anda dapat membelinya di toko peralatan olahraga. Awali posisi dengan berdiri lalu biarkan tubuh berayun. Posisi kaki bisa lurus atau ditekuk, buatlah tubuh senyaman mungkin. Lakukan gerakan ini setidaknya 10 kali dalam sehari.
8. Free Hand
Berdirilah tegak dalam ruangan yang luas dan tarik napas dalam-dalam. Angkat tangan letakan di tingkat bahu, lalu dorong tangan sejauh mungkin dan lepaskan napas. Ulangi 8 -10 kali.Tarik napas dan kembali memosisikan tangan. Lalu, angkat tumit sambil berdiri jinjit, hembuskan napas, ulangi 80-10 kali. Tarik napas dan angkat lengan terentang di atas kepala. Lalu ayunkan ke dalam dengan arah melingkar dan buang napas. Ulangi 80-10 kali.
Pilihlah trik latihan mana yng anda sukai dari beberapa cara meninggikan badan di atas, pastikan latihan yang paling cocok untuk Anda. Tapi harus dilakukan dengan teratur dan konsisten jeng yah. Cobalah untuk memiliki waktu teratur untuk latihan sehingga Anda dapat merasakan efeknya.
Selamat mencoba
^_^
Kamis, 26 April 2012
Kenali Spesialisasi Dokter Anda
Profesi dokter kini terbagi dalam bermacam-macam spesialisasi dan subspesialisasi. Sebagai konsumen kesehatan hendaknya kita mengetahuinya meskipun takperlu tahu semuanya sebelum kita berobat.
Spesialisasi dasar terbagi menjadi Penyakit Dalam, Anak, Bedah, Obstetri & Ginekologi. Lebih mendalam lagi ada subspesialisasi lagi di dalam spesialisasi ini.
Berikut ini daftar spesialisasi dan subspesialisasi tersebut :
Spesialis Penyakit Dalam (Sp.PD)
Dokter ini disebut juga sebagai internist. Tugas dokter ini yaitu menangani segala penyakit terkait dengan seputar organ dalam,tanpa bedah.
Subspesialisasi
Gelar Subspesialis Bidang keahlian
Sp.PD-KGH Konsultan Ginjal-Hipertensi
Ginjal dan hipertensi
Sp.PD-KHOM Konsultan Hematologi-Onkologi Medik
Penyakit berkaitan dengan darah dan kanker
SP.PD-KAI Konsultan Alergi-Imunologi Klinik Alergi dan masalah kekebalan tubuh
Sp.PD-KGEH Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi
System pencernaan dan hati
S.PD-KGer Konsultan Geriatri Penuaan pada pasien usia lanjut di atas 65 tahun
Sp.PD-KH Konsultan hepatologi Penyakit berkaitan dengan fungsi hati,misalnya hepatitis
Sp.PD-KEMD Konsultan Endikrin-Metabolik-Diabetes Berkaitan dengan hormon seperti diabetes
Sp.PD-KPsi Konsultan Psikosomatik Penyakit akibat masalah kejiwaan,misalnya penyakit mag atau jantung akibat kecemasan
Sp.PD-KP Konsultan pulmonologi Penyakit paru-paru dan jalur pernafasan
Sp.PD-KR Konsultan Reumatologi Rematik dan sejenisnya
Sp.PD-KPTI Konsultan Penyakit Tropik-Infeksi
Infeksi tropis,seperti demam berdarah,malaria,cikugunya, dsb
Spesialis Anak (Sp.A
Subspesialisasi dokter anak yang ada di Indonesia terbagi ke dalam bidang-bidang khusu. Sayangnya kita sebagai konsumen tidak bias melihat di gelarnya karena hanya di tulis Sp.A (K)
Berikut ini daftar subspesialisasi yang ada pada dokter anak.
Subspesialis Bidang Keahlian
Prinatologi Bayi baru lahir,bayi beresiko tinggi dan berat badan rendah
Gastro-Hopatologi Pencarnaan dan hati anak
Neurologi Saraf anak,seperti,anak kejang,infeksi saraf,dan at\utisme
Kardiologi Seputan jantung anak
Pulmonolagi Pernafasan anak, misalnya asma, bronchitis, pneumonia,tuberkolusis,dsb.
Endokrinologi Gangguan hormon,misalnya anakpendek, obesitas, diabetes pada anak, tiroid hingga pubertas
Hematologi dan Onkologi Seputar darah dan penyakit keganasan seperti talasemia, hemophilia, dan leukimia
Nefrologi Ginjal dan saluran kencing, misalnya infeksi saluran kemih, gagal ginjal, cuci darah, dsb
Infeksi Tropis Penyakit infeksi tropis,misalnya demam berdarah, malaria,tifus (demem tifoid)
Alergi Imunologi Alergi dan masalah tubuh, termasuk AIDS pada anak
Nutrisi Metabolik Gizi dan penyakit metabolik bawaan
Pediatri Sosial / Tumbuh Kembang Anak Tumbuh kembang dan psikologi anak
Pediatri Gawat Darurat Masalah gawat darurat, seperti anak tersedak benda asing, sulit bernafas, cedera akibat terjatuh
Pencitraan Pecitraan, seperti USG, CT-scan, dan rontgen
Spesialisasi Bedah (Sp.B)
Terdapat beberapa subspesialisasi pada spesialisasi bedah ini, yaitu :
Gelar Subspesialis Bidang keahlian
Sp.B KDB Bedah Konsultan Bedah Digestif Bedah saluran cerna
Sp.B K.Onk Bedah Konsultan Onkologi Bedah tumor dan kanker
Sp.B KV Bedah Konsultan Vaskuler Bedah pembuluh darah
Sp.OT Spesialis Orthopedi dan Traumatologi Bedah tulang
Sp.OT K.Spine Spesialis Orthopedi dan Traumatologi Konsultan Spine Subspesialis dari dokter bedah orthopedic, khusus tulang punggung
Sp.BS Bedah Syaraf Bedah otak dan syaraf
Sp.BA Bedah Anak Bedah pada pasien di bawah 16 tahun
Sp.BP Bedah Plastik Bedah estetik (misalnya memancungkan hidung) dan bedah rehabilitative (misalnya bedah akibat luka bakar)
Sp.BU Bedah Urologi Bedah saluran kemih
Sp.BTKV Bedah Thorak dan Kardiovaskuler Bedah dada dan jantung (missal pada operasi jantung)
Spesialis Obstetri dan Ginekologi (Sp.OG)
Ini adalah sebutan untuk dokter spesialis kebidanan dan kandungan, serta ahli masaah kesehatan reproduksi wanita. Didalamnya terdapat beberapa cabang subspesialis yaitu :
Gelar Subspesialis Bidang keahlian
Sp.OG K.Onk Onkologi Ahi kanker atau tumor kandungan
Sp.OG KFER Fertilitas Endokrinologi Reproduksi Ahli masalah hormon dan kesuburan
Sp.OG KFM Fatomaternal Ahli dalam masalah kehamilan dengan resio tinggi, serta masalah kesehatan ibu dan janin
Selain empat pelayanan medik dasar tersebut di atas juga terdapat spesialisasi berdasarkan organ tubuh dan bidang medis lainnya. Diantaranya :
Gelar Spesialis
Sp.M Mata
Sp.THT Telinga Hidung Tenggorok
Sp.JP Jantung dan Pembuluh Darah
Sp.S Saraf
Sp.And Andrologi (reproduksi pria)
Gelar
Sp.KK Kulit dan kelamin
Sp.Paru Paru
Sp.KJ Kedokteran jiwa
Sp.F Kedokteran forensic
Sp.Akp Akupuntur
Spesialis Penunjang Medik
Dalam menjalankan tugas,dokter spesialis tidak bekerja sendiri. Penyakit tertentu membutuhkan kerjasama antara beberapa dokter spesialis dan perawat. Sebagai contoh, dokter spesialisasi bedah membutuhkan dokter maupun perawat anestesi dalam peaksanaan operasi. Oleh sebab itu,dibutuhkan pelayanan dokter spesialis penunjang medik, yaitu:
Gelar Spesialisasi Bidang keahlian
Sp.RM Rehabilitasi Medik Ahli rehabilitasi organ yang mengalami gangguan akibat penyakit, misalnya pada pasien pasca strokeyang kesulitan bicara dan berjalan
Sp.An Anestesiologi Ahli pembiusan
Sp.R Radiologi Ahli pemeriksaan medis seperti foto rontgen,Ct-Sca,MRI, dan radio terapi pada pasien kanker
Sp.PK Patologi Klinik Ahli interpretasi pemeriksaan laboratorium pasien, misalnya pemeriksaan darah dan air seni
Sp.PA Patologi Anatomi Ahli pemeriksaan sel dan jaringan tubuh, misalnya pemeriksaan untuk membedakan tumor jinak atau kanker ganas di payudara
Pilih dokter yang mana?
Seringkali anda bingung ketika harus berkonsultasi dengan dokter spesialis saat anda menderita suatu penyakit. Langkah pertama,sebaiknya anda berkonsultasi berkonsultasi pada dokter umum atau dokter spesialis yang mencakup bidang yang lebih umum terlebih dahulu, bisa juga berkonsultasi dengan perawat anda dan mengkomunikasikan mana yang harus di pilih. Setelah mengetahui riwayat penyakit, tentunya anda akan diberikan rujukan pada dokter spesialis yang lebih spesifik.
Tidak semua subspesialisasi diatas terdapat di satu rumahsakit. Dokter punya kewajiban untuk merujuk pasien kepada dokter yang lebih ahli dan lebih berpengalaman jika dia tidak mampu mengobati. Kemampuan,ketrampilan, dan pengetahuan seorang dokter tentu berbeda-beda meskipun memiliki bidang spesialisasi yang sama. Selain berkonsultasi dengan dokter, pasienpun dituntut bersikap kritis terkait diagnosis dan pengobatan, salah satunya dengan cara mencari pendapat kedua (second opinion) dari dokter lain dengan keahlian sama maupun keahlian yang berbeda maupun dari perawat anda. Dengan mencari second opinion pasien diharapkan bisa mengambil keputusan yang tepat terkait penanganan medis yang ia pilih.
Sumber : INTISARI
Label:
kesehatan
Minggu, 22 April 2012
Lomba Foto ”ASI Lancar, Liburan Seru” (Deadline: 30 April 2012)
Sebagai bagian dari program tanggung jawab sosial, Sky Aviation mendukung Breast Feeding Fair 2012 (BFF 2012) yang diadakan oleh AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia). Salah satu kegiatan yang merupakan bagian dari BFF 2012 adalah lomba fotografi dengan ketentuan sebagai berikut:
* Lomba foto keluarga dengan tema ” ASI Lancar, Liburan Seru”. Yang menggambarkan kegiatan menyusui pada saat liburan atau menuju ke tempat liburan
* Lomba terbuka untuk umum, termasuk pengurus AIMI di seluruh cabang. Untuk pengurus AIMI, foto tidak diikutsertakan dalam penjurian, hanya akan diambil 10 foto terbaik untuk ditampilkan di BFF dan mendapatkan hadiah hiburan.
* Setiap peserta maksimal mengirimkan 2 karya per kategori
* Karya harus diterima panitia paling lambat 30 April 2012
* Karya merupakan karya amatir, harus dilengkapi dengan pernyataan bahwa karya adalah karya asli, bukan saduran, terjemahan dan tidak termasuk advertorial komersial
* Karya belum pernah memenangi lomba foto lain
* Peserta diwajibkan membuat caption foto
* Pengeditan foto hanya dibatasi pada pengaturan level, curves, brgihtness-contrast tanpa melakukan pengeditan yang bisa mengubah isi foto.
* Karya yang dikirimkan tidak dapat dikembalikan
* AIMI dapat memanfaatkan karya lomba untuk kepentingan sosialisasi yang berhubungan dengan kegiatan AIMI
* Bagi anggota AIMI harap menyertakan fotokopi kartu anggota AIMIatau nomer anggota AIMI
* Keputusan Juri tidak bisa diganggu gugat
* Hadiah yang disediakan untuk 13 pemenang adalah sebagai berikut :
1. Juara I hadiah uang sebesar Rp. 2.000.000
2. Juara II hadiah uang sebesar Rp.1.000.000
3. Juara III hadiah uang sebesar Rp. 500.000
* 10 Foto terbaik akan di pajang di BFF 2012 serta akan dipilih melalui voting oleh pengunjung saat bazaar BFF 2012. Bila diantara 10 terbaik tersebut bila merupakan anggota AIMI akan mendapatkan hadiah menarik tambahan.
* Pengumuman Pemenang akan dilakukan pada tanggal 6 Mei 2012 pada saat Penutupan BFF 2012
* Pengiriman foto berupa file dikirim lewat email ke : lomba.foto@aimi-asi.org
Label:
lomba
" Berbagi Inspirasi Untuk Indonesia" Deadline 15 Juni 2012
PT. Astra international Tbk. menggelar Lomba Foto Astra 2012 dengan tema “Berbagi Inspirasi untuk Indonesia”. Hadiahnya Motor Honda Vario PGM FI, Ipad, camera Canon dan NIKON. Ayoo! Dalam siaran persnya, SATU INDONESIA
Corporate Communications panitia lomba dari PT. Astra international Tbk menyatakan apa yang dimiliki
Indonesia menjadi inspirasi Astra untuk berbagi. Indonesia dalam pandangan Astra adalah negeri yang kayak akan sumber daya alam, beragam
suku, budaya dan adat istiadat menjadikan Indonesia sumber inspirasi tak
terhingga. Alam berbagi manfaatnya bagi kehidupan manusia, harmoni kehidupan
ditengah keanekaragaman budaya dengan semangat gotong royong masyarakat
mencerminkan kentalnya budaya berbagi di Indonesia. Dengan semangat itu,
Astra mengundang pecinta fotografi untuk mengabadikan momen-momen yang
menggambarkan semangat berbagi, bagaimana berbagi telah menjadi tarikan
nafas masyarakat Indonesia. Semangat berbagi ini telah menjadi tarikan nafas
masyarakat Indonesia. Foto akan dinilai berdasarkan “semangat berbagi yang
menginspirasi” dari pilihan 4 kategori di atas yang dapat diabadikan oleh
fotografer. Semangat berbagi ini dapat diabadikan oleh fotografer dalam 4
kategori:
Semangat Berbagi di bidang Pendidikan
Semangat Berbagi di bidang lingkungan
Semangat Berbagi di bidang Kesehatan
Semangat Berbagi di bidang Pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM)
Lomba sendiri dibagi menjadi dua kategori peserta yakni: Kategori peserta UMUM :
•
Juara I : 1 Motor Honda Vario PGM FI
• Juara II : 1 Camera Canon EOS 60D kit EF-S 18-55mm
• Juara III : 1 Ipad
• Juara Harapan 2 untuk 2orang, @ 1 Kamera Nikon CoolPix S100
• Juara Favorit untuk 10 orang, @ 1 Kamera Canon Powershoot A3300
Kategori peserta WARTAWAN :
• Juara I : 1 Motor Honda Vario PGM FI
• Juara II : 1 Camera Canon EOS 60D kit EF-S 18-55mm
• Juara III : 1 Ipad
• Juara Harapan 2 untuk 2orang, @ 1 Kamera Nikon CoolPix S100
• Juara Favorit untuk 10 orang, @ 1 Kamera Canon Powershoot A3300
Syarat dan Ketentuan :
1. Peserta Lomba adalah warga Negara Indonesia yang berdomisili di seluruh
Wilayah NKRI
2. untuk kategori wartawan adalah wartawan yang berkerja di media massa
lokal, nasional, dan kantor berita asing, atau wartawan lepas yg bekerja
untuk media cetak elektronik seluruh Indonesia.
3. Foto karya sendiri belum pernah dipublikasikan / belum pernah menang
dalam lomba
4. Setiap peserta maksimal mengumpulkan 3 foto digital dengan format .JPEG
(minimal 300dpi hi-res). Foto dikulpulkan dalam bentuk CD dan cetak ukuran
4R.
5. Setiap peserta wajib menuliskan judul serta cerita singkat, kategori
perserta, nama lengkap fotokopi tanda pengenal, dan nomer Hp yang dapat di
hubungi, pada selembar kertas yang ditempelkan pada belakang setiap foto
yang dicetak. khusus kategiri Wartawan harus menyertakan fotokopi kartu
identitas PERS.
6. karya foto cetak (4R dan CD) diterima panita paling lambat 15 Juni 2012
di: Panitia Lomba Foto ASTRA 2012 Sekretariat SATU INDONESIA
Corporate Communications PT. Astra international Tbk.
Jl. Gaya Motor Raya No,8 Sunter II
Jakarta 14330
7. periode lomba ; 9 April – 15 juni 2012
8. foto merupakan hasil karya selama ( 1 Januari 2011 – 15 Juni 2012)
9. Foto tidak boleh mengandung unsur SARA, Pornografi, sadisme, dan
sarkasme.
10. Seluruh hasil foto merupakan tanggungjawab dari fotografer, termasuk
menggunakan model/property. Panitia foto ASTRA bebas dari tuntutan pemilik
properti/model yang disertakan dalam lomba foto.
11. Foto Kolase dan montase tidak diperkenankan. Editing diperkenankan hanya
sebatas warna, kontras, dodging, berning dan cropping
12. Foto pemenang akan menjadi hak milik PT. Astra International Tbk. dan
dapet digunakan untuk publikasi PT. Astra International Tbk.
13. Peserta hanya berhal atas 1 pemenang, Keputusan dewan juri bersifat
multak, sah, tidak dapat diganggu gugat.
14. Pengumuman pemenang : 2 juli 2012 di www.satu-indonesia.com
Selamat mencoba :D
Label:
lomba
Kamis, 19 April 2012
GANGGUAN PENCIUMAN/PENGHINDU
September 25, 2008 oleh Dr. Kris
PENDAHULUAN
Indera penghidu/pembau yang merupakan fungsi saraf olfaktorius (N.I), sangat erat hubungannya dengan indera pengecap yang dilakukan oleh saraf trigeminus (N.V), karena seringkali kedua sensoris ini bekerja bersama-sama. Reseptor organ penghidu terdapat di regio olfaktorius dihidung bagian sepetiga atas. Serabut saraf olfaktorius berjalan melalui lubang-lubang pada lamina kribrosa os etmoid menuju bulbus olfaktorius didasar fosa kranii anterior (1).
Hilangnya fungsi pembauan dan/atau pengecapan dapat mengancam jiwa penderita karena penderita tak mampu mendeteksi asap saat kebakaran atau tidak dapat mengenali makanan yang telah basi. Karena sekitar 80% gangguan pengecapan merupakan kelainan pembauan yang sejati maka artikel ini terutama difokuskan pada fungsi pembauan dan penurunannya. (2)
Hasil survei tahun 1994 menunjukkan bahwa 2,7 juta penduduk dewasa Amerika menderita gangguan pembauan, sementara 1,1 juta dinyatakan menderita gangguan pengecapan. Penelitian yang dilakukan sebelumnya menemukan bahwa 66% penduduk merasakan bahwa mereka pernah mengalami penurunan ketajaman pembauan. (2,3)
Terminologi. (2)
Gangguan pembauan disebut dengan “osmia”.
Gangguan Pembauan.
? Anosmia : tidak bisa mendeteksi bau
? hiposmia : penurunan kemampuan dalam mendeteksi bau
? disosmia : distorsi identifikasi bau
? Parosmia : perubahan persepsi pembauan meskipun terdapat sumber bau, biasanya bau tidak enak.
? Phantosmia : persepsi bau tanpa adanya sumber bau
? Agnosia : tidak bisa menyebutkan atau membedakan bau, walaupun penderita dapat mendeteksi bau.
Gangguan pembauan dapat bersifat total (seluruh bau), parsial (hanya sejumlah bau), atau spesifik (hanya satu atau sejumlah kecil bau).
ANATOMI DAN FISIOLOGI (4,5)
Neuroepitel olfaktorius terletak di bagian atas rongga hidung di dekat cribiform plate, septum nasi superior dan dinding nasal superolateral. Struktur ini merupakan neuroepitelium pseudostratified khusus yang didalamnya terdapat reseptor olfaktorius utama. Pada neonatus, daerah ini merupakan suatu lembar neural yang padat, namun pada anak-anak dan dewasa terbentuk interdigitasi antara jaringan respiratorius dan olfaktorius.Dengan bertambahnya usia seseorang, jumlah neuron olfaktorius ini lambat laun akan berkurang. Selain neuron olfaktorius, epitel ini juga tersusun oleh sel-sel penopang yaitu duktus dan glandula Bowman yang sifatnya unik pada epitel olfaktorius dan sel basal yang berfungsi pada regenerasi epitel.
Sensasi pembauan diperantarai oleh stimulasi sel reseptor olfaktorius oleh bahan-bahan kimia yang mudah menguap. Untuk dapat menstimulasi reseptor olfaktorius, molekul yang terdapat dalam udara harus mengalir melalui rongga hidung dengan arus udara yang cukup turbulen dan bersentuhan dengan reseptor. Faktor-faktor yang menentukan efektivitas stimulasi bau meliputi durasi, volume dan kecepatan menghirup. Tiap sel reseptor olfaktorius merupakan neuron bipolar sensorik utama. Dalam rongga hidung rata-rata terdapat lebih dari 100 juta reseptor. Neuron olfaktorius bersifat unik karena secara terus menerus dihasilkan oleh sel-sel basal yang terletak dibawahnya. Sel-sel reseptor baru dihasilkan kurang lebih setiap 30-60 hari. Reseptor odorant termasuk bagian dari G-protein receptor superfamily yang berhubungan dengan adenilat siklase. Manusia memiliki beratus-ratus reseptor olfaktorius yang berbeda, namun tiap neuron hanya mengekspresikan satu tipe reseptor. Inilah yang mendasari dibuatnya peta pembauan (olfactory map). Neuron yang menyerupai reseptor yang terdapat di epitel mengirimkan akson yang kemudian menyatu dalam akson gabungan pada fila olfaktoria didalam epitel.
PATOGENESIS (4).
Aspek-aspek molekuler dari penciuman kini telah dipahami. Pada mammalia, kemungkinan ada 300-1000 gen reseptor penciuman yang termasuk dalam 20 keluarga yang berbeda yang terletak di berbagai kromosom dalam kelompok-kelompok. Gen-gen reseptor ditemukan pada lebih dari 25 lokasi kromosom manusia. Protein-protein reseptor penciuman adalah reseptor-reseptor tergabung protein G yang ditandai oleh keberadaan domain transmembran 7 alfa-helikal. Masing-masing neuron penciuman hanya mengekspresikan satu, atau paling banyak beberapa, gen reseptor, menjadi dasar molekuler untuk pembedaan bau. Maka sistem penciuman ditandai oleh tiga hal yang penting: (1) keluarga gen reseptor yang besar yang menunjukkan keberagaman yang sangat baik sehingga memungkinkan respon terhadap berbagai bau, (2) protein-protein reseptor yang menunjukkan spesifitas yang hebat sehingga memungkinkan pembedaan bau, dan (3) hubungan-hubungan bau disimpan dalam ingatan lama sesudah peristiwa terjadinya paparan dilupakan.
ETIOLOGI (4,6).
Disfungsi pembauan
Gangguan pembauan dapat disebabkan oleh proses-proses patologis di sepanjang jalur olfaktorius. Kelainan ini dianggap serupa dengan gangguan pendengaran yaitu berupa defek konduktif atau sensorineural. Pada defek konduktif (transport) terjadi gangguan transmisi stimulus bau menuju neuroepitel olfaktorius. Pada defek sensorineural prosesnya melibatkan struktur saraf yang lebih sentral. Secara keseluruhan, penyebab defisit pembauan yang utama adalah penyakit pada rongga hidung dan/atau sinus, sebelum terjadinya infeksi saluran nafas atas karena virus; dan trauma kepala. (2).
Defek konduktif
1. Proses inflamasi/peradangan dapat mengakibatkan gangguan pembauan. Kelainannya meliputi rhinitis (radang hidung) dari berbagai macam tipe, termasuk rhinitis alergika, akut, atau toksik (misalnya pada pemakaian kokain). Penyakit sinus kronik menyebabkan penyakit mukosa yang progresif dan seringkali diikuti dengan penurunan fungsi pembauan meski telah dilakukan intervensi medis, alergis dan pembedahan secara agresif.
2. Adanya massa/tumor dapat menyumbat rongga hidung sehingga menghalangi aliran odorant ke epitel olfaktorius. Kelainannya meliputi polip nasal (paling sering), inverting papilloma, dan keganasan.
3. Abnormalitas developmental (misalnya ensefalokel, kista dermoid) juga dapat menyebabkan obstruksi.
4. Pasien pasca laringektomi atau trakheotomi dapat menderita hiposmia karena berkurang atau tidak adanya aliran udara yang melalui hidung. Pasien anak dengan trakheotomi dan dipasang kanula pada usia yang sangat muda dan dalam jangka waktu yang lama kadang tetap menderita gangguan pembauan meski telah dilakukan dekanulasi, hal ini terjadi karena tidak adanya stimulasi sistem olfaktorius pada usia yang dini.
Defek sentral/sensorineural
1. Proses infeksi/inflamasi menyebabkan defek sentral dan gangguan pada transmisi sinyal. Kelainannya meliputi infeksi virus (yang merusak neuroepitel), sarkoidosis (mempengaruhi stuktur saraf), Wegener granulomatosis, dan sklerosis multipel.
2. Penyebab kongenital menyebabkan hilangnya struktur saraf. Kallman syndrome ditandai oleh anosmia akibat kegagalan ontogenesis struktur olfakorius dan hipogonadisme hipogonadotropik. Salahsatu penelitian juga menemukan bahwa pada Kallman syndrome tidak terbentuk VNO.
3. Gangguan endokrin (hipotiroidisme, hipoadrenalisme, DM) berpengaruh pada fungsi pembauan.
4. Trauma kepala, operasi otak, atau perdarahan subarakhnoid dapat menyebabkan regangan, kerusakan atau terpotongnya fila olfaktoria yang halus dan mengakibatkan anosmia.
5. Disfungsi pembauan juga dapat disebabkan oleh toksisitas dari obat-obatan sistemik atau inhalasi (aminoglikosida, formaldehid). Banyak obat-obatan dan senyawa yang dapat mengubah sensitivitas bau, diantaranya alkohol, nikotin, bahan terlarut organik, dan pengolesan garam zink secara langsung.
6. Defisiensi gizi (vitamin A, thiamin, zink) terbukti dapat mempengaruhi pembauan.
7. Jumlah serabut pada bulbus olfaktorius berkurang dengan laju 1% per tahun. Berkurangnya struktur bulbus olfaktorius ini dapat terjadi sekunder karena berkurangnya sel-sel sensorik pada mukosa olfaktorius dan penurunan fungsi proses kognitif di susunan saraf pusat.
8. Proses degeneratif pada sistem saraf pusat (penyakit Parkinson, Alzheimer disease, proses penuaan normal) dapat menyebabkan hiposmia. Pada kasus Alzheimer disease, hilangnya fungsi pembauan kadang merupakan gejala pertama dari proses penyakitnya. Sejalan dengan proses penuaan, berkurangnya fungsi pembauan lebih berat daripada fungsi pengecapan, dimana penurunannya nampak paling menonjol selama usia dekade ketujuh.
Walau dahulu pernah dianggap sebagai defek konduktif murni akibat adanya edema mukosa dan pembentukan polip, rhinosinusitis kronik nampaknya juga menyebabkan kerusakan neuroepitel disertai hilangnya reseptor olfaktorius yang pemanen melalui upregulated apoptosis.
DIAGNOSIS GANGGUAN PEMBAUAN (2).
Tahapan pertama dalam mendiagnosis adalah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Berikan penekanan khusus pada riwayat URI, patologi hidung atau sinus, riwayat trauma, masalah medis lainnya, dan obat-obatan yang diminum.
Lakukan CT scan jika dipandang perlu. Pada umumnya, berkurangnya fungsi pembauan tanpa disertei gejala susunan saraf pusat atau pemeriksaan neurologis yang abnormal sangat kecil kemungkinannya berhubungan dengan massa intrakranial seperti meningioma. Kendati demikian seringkali dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan MRI apabila riwayat penyakitnya tidak mendukung atau ditemukan gejala dan tanda neurologis sekunder. Walau tidak dianjurkan untuk melakkan pemeriksaan laboratorium standard namun dapat dilakukan pemeriksaan alergi, DM, fungsi tiroid, fungsi ginjal dan hepar, fungsi endokrin, dan defisiensi gizi berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Biopsi epitel olfaktorius merupakan suatu teknik dalam riset.
A. Tanda dan Gejala
Mengetahui awitan dan perkembangan kelainan penciuman dapat menjadi hal yang sangat penting untuk menegakkan diagnosis etiologik. Anosmia unilateral jarang menjadi keluhan; ia hanya dapat dikenali dengan menguji bau secara terpisah pada masing-masing lubang hidung. Anosmia bilateral, di lain pihak, membuat pasien mencari pertolongan dokter. Pasien-pasien anosmik biasanya mengeluhkan hilangnya kemampuan merasa meskipun ambang rasanya mungkin berada pada kisaran normal. Pada kenyataannya, mereka mengeluhkan hilangnya deteksi rasa, yang sebagian besar merupakan fungsi dari penciuman. (2,4)
B. Temuan Fisik
Pemeriksaan fisik harus meliputi pemeriksaan lengkap pada telinga, saluran napas bagian atas, kepala, dan leher. Kelainan pada masing-masing daerah kepala dan leher dapat menyebabkan disfungsi penciuman. Keberadaan otitis media serosa dapat menunjukkan adanya massa nasofaring atau peradangan. Pemeriksaan hidung yang seksama untuk mencari massa hidung, jendalan darah, polip, dan peradangan membran hidung sangat penting. Bila ada, rinoskopi anterior harus ditunjang dengan pemeriksaan endoskopik pada rongga hidung dan nasofaring. Keberadaan telekantus pada pemeriksaan mata dapat mengarah ke massa atau peradangan di sinus. Massa nasofaring yang menonjol ke rongga mulut atau drainase purulen di orofaring dapat ditemukan pada pemeriksaan mulut. Leher harus dipalpasi untuk mencari massa atau pembesaran tiroid. Pemeriksaan saraf yang menekankan pada nervus kranialis dan fungsi sensorimotorik sangat penting. Mood pasien secara umum harus dinilai dan tanda-tanda depresi harus dicatat. (4)C. Temuan Laboratorium
Telah dikembangkan teknik-teknik untuk biopsi neuroepitelium olfaktorius. Namun, karena degenerasi neuroepitelium olfaktorius yang luas dan interkalasi epitel pernapasan pada daerah penciuman orang dewasa tanpa disfungsi penciuman yang jelas, material biopsi harus diinterpretasikan dengan hati-hati. (4)
D. Pencitraan
CT scan atau MRI kepala dibutuhkan untuk menyingkirkan neoplasma pada fossa kranii anterior, fraktur fossa kranii anterior yang tak diduga sebelumnya, sinusitis paranasalis, dan neoplasma pada rongga hidung dan sinus paranasalis. Kelainan tulang paling bagus dilihat melalui CT, sedangkan MRI bermanfaat untuk mengevaluasi bulbus olfaktorius, ventrikel, dan jaringan-jaringan lunak lainnya di otak. CT koronal paling baik untuk memeriksa anatomi dan penyakit pada lempeng kribiformis, fossa kranii anterior, dan sinus. (4)
E. Pemeriksaan Sensorik (2).
Pemeriksaan sensorik fungsi penciuman dibutuhkan untuk (1) memastikan keluhan pasien, (2) mengevaluasi kemanjuran terapi, dan (3) menentukan derajat gangguan permanen.
1. Langkah pertama menentukan sensasi kualitatif
Langkah pertama dalam pemeriksaan sensorik adalah menentukan derajat sejauh mana keberadaan sensasi kualitatif. Beberapa metode sudah tersedia untuk pemeriksaan penciuman.
a. Tes Odor stix – Tes Odor stix menggunakan sebuah pena ajaib mirip spidol yang menghasilkan bau-bauan. Pena ini dipegang dalam jarak sekitar 3-6 inci dari hidung pasien untuk memeriksa persepsi bau oleh pasien secara kasar.
b. Tes alkohol 12 inci – Satu lagi tes yang memeriksa persepsi kasar terhadap bau, tes alkohol 12 inci, menggunakan paket alkohol isopropil yang baru saja dibuka dan dipegang pada jarak sekitar 12 inci dari hidung pasien.
c. Scratch and sniff card (Kartu gesek dan cium) – Tersedia scratch and sniff card yang mengandung 3 bau untuk menguji penciuman secara kasar.
d. The University of Pennsylvania Smell Identification Test (UPSIT) – Tes yang jauh lebih baik dibanding yang lain adalah UPSIT; ia sangat dianjurkan untuk pemeriksaan pasien dengan gangguan penciuman. Tes ini menggunakan 40 item pilihan-ganda yang berisi bau-bauan scratch and sniff berkapsul mikro. Sebagai contoh, salah satu itemnya berbunyi “Bau ini paling mirip seperti bau (a) coklat, (b) pisang, (c) bawang putih, atau (d) jus buah,” dan pasien diharuskan menjawab salah satu dari pilihan jawaban yang ada. Tes ini sangat reliabel (reliabilitas tes-retes jangka pendek r = 0,95) dan sensitif terhadap perbedaan usia dan jenis kelamin. Tes ini merupakan penentuan kuantitatif yang akurat untuk derajat relatif defisit penciuman. Orang-orang yang kehilangan seluruh fungsi penciumannya akan mencapai skor pada kisaran 7-19 dari maksimal 40. Skor rata-rata untuk pasien-pasien anosmia total sedikit lebih tinggi dibanding yang diperkirakan menurut peluang saja karena dimasukannya sejumlah bau-bauan yang beraksi melalui rangsangan trigeminal.
2. Langkah ke-dua menentukan ambang deteksi
Setelah dokter menentukan derajat sejauh mana keberadaan sensasi kualitatif, langkah kedua pada pemeriksaan sensorik adalah menetapkan ambang deteksi untuk bau alkohol feniletil. Ambang ini ditetapkan menggunakan rangsangan bertingkat. Sensitivitas untuk masing-masing lubang hidung ditentukan dengan ambang deteksi untuk fenil-teil metil etil karbinol. Tahanan hidung juga dapat diukur dengan rinomanometri anterior untuk masing-masing sisi hidung.
TERAPI (4)
A. Kurang Penciuman Hantaran
Terapi bagi pasien-pasien dengan kurang penciuman hantaran akibat rinitis alergi, rinitis dan sinusitis bakterial, polip, neoplasma, dan kelainan-kelainan struktural pada rongga hidung dapat dilakukan secara rasional dan dengan kemungkinan perbaikan yang tinggi. Terapi berikut ini seringkali efektif dalam memulihkan sensasi terhadap bau: (1) pengelolaan alergi; (2) terapi antibiotik; (3) terapi glukokortikoid sistemik dan topikal; dan (4) operasi untuk polip nasal, deviasi septum nasal, dan sinusitis hiperplastik kronik.
B. Kurang Penciuman Sensorineural
Tidak ada terapi dengan kemanjuran yang telah terbukti bagi kurang penciuman sensorineural. Untungnya, penyembuhan spontan sering terjadi. Sebagian dokter menganjurkan terapi seng dan vitamin. Defisiensi seng yang mencolok tak diragukan lagi dapat menyebabkan kehilangan dan gangguan sensasi bau, namun bukan merupakan masalah klinis kecuali di daerah-daerah geografik yang sangat kekurangan. Terapi vitamin sebagian besar dalam bentuk vitamin A. Degenerasi epitel akibat defisiensi vitamin A dapat menyebabkan anosmia, namun defisiensi vitamin A bukanlah masalah klinis yang sering ditemukan di negara-negara barat. Pajanan pada rokok dan bahan-bahan kimia beracun di udara yang lain dapat menyebabkan metaplasia epitel penciuman. Penyembuhan spontan dapat terjadi bila faktor pencetusnya dihilangkan; karenanya, konseling pasien sangat membantu pada kasus-kasus ini. (4)
C. Kurang Penciuman Akibat Penuaan (Presbiosmia)
Seperti dijelaskan sebelumnya, lebih dari separuh orang yang berusia di atas 60 tahun menderita disfungsi penciuman. Belum ada terapi yang efektif untuk presbiosmia namun sangat penting untuk membicarakan masalah ini dengan pasien-pasien usia lanjut; dapat menenangkan bagi pasien ketika seorang dokter mengenali dan membicarakan bahwa gangguan penciuman memang umum terjadi. Selain itu, manfaat langsung dapat diperoleh dengan mengidentifikasi masalah tersebut sejak dini; insidensi kecelakaan akibat gas alam sangat tinggi pada usia lanjut, kemungkinan sebagian karena penurunan kemampuan membau secara bertahap. Merkaptan, bau busuk pada gas alam, adalah perangsang olfaktorius, bukan trigeminal. Banyak pasien yang lebih tua dengan disfungsi penciuman mengalami penurunan sensasi rasa dan lebih suka memakan makanan-makanan yang lebih kaya rasa. Metode yang paling umum adalah meningkatkan jumlah garam dalam diitnya. Konseling dengan seksama dapat membantu pasien-pasien ini mengembangkan strategi-strategi yang sehat untuk mengatasi gangguan kemampuan membaunya.
PROGNOSIS. (4)
Hasil akhir disfungsi penciuman sebagian besar bergantung pada etiologinya. Disfungsi penciuman akibat sumbatan yang disebabkan oleh polip, neoplasma, pembengkakan mukosa, atau deviasi septum dapat disembuhkan. (2,4,5) Bila sumbatan tadi dihilangkan, kemampuan penciuman semestinya kembali. Sebagian besar pasien yang kehilangan indra penciumannya selama menderita infeksi saluran napas bagian atas sembuh sempurna kemampuan penciumannya; namun, sebagian kecil pasien tak pernah sembuh setelah gejala-gejala ISPA lainnya membaik. Karena alasan-alasan yang belum jelas, pasien-pasien ini sebagian besar adalah wanita pada dekade keempat, kelima, dan keenam kehidupannya. Prognosis penyembuhannya biasanya buruk. Kemampuan dan ambang pengenalan bau secara progresif turun seiring bertambahnya usia. Trauma kepala di daerah frontal paling sering menyebabkan kurang penciuman, meskipun anosmia total lima kali lebih sering terjadi pada benturan terhadap oksipital. Penyembuhan fungsi penciuman setelah cedera kepala traumatik hanyalah 10% dan kualitas kemampuan penciuman setelah perbaikan biasanya buruk. Pajanan terhadap racun-racun seperti rokok dapat menyebabkan metaplasia epitel penciuman. Penyembuhan dapat terjadi dengan penghilangan bahan penyebabnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangunkusumo E. Gangguan Penghidu. In : Soepardi EA, Iskandar N editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 5 th ed. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI, 2006; p.130-131.
2. Leopold DA, Holbrook EH, Noell CA, Mabry RL, Disorders of Taste and Smell. 2006 :1-8. http://www.emedicine.com.
3. Hoffman HJ, Ishii EK, MacTurk RH, Age-related changes in: the prevalence of smell / taste problems among the United States adult population. Results of the 1994 disability supplement to the National Health Interview Survey (NHIS). Ann N Y Acad Sci 1998 Nov 30; 855: 716-22.
4. Lalwani AK, Mafong DD, Olfactory Dysfungtion. In: Lalwani AK editor. a Lange Madical Book Current Diagnosis & Treament In Otolaryngology Head and Neck Surgery.64 Th ed. New York: Mc Graw Hill, 2004 ; p.239-243.
5. Doty RL, Deems DA, Olfactory Function and Dysfunction In : Bailey BJ, Calhoun KH, Healy GB et al Editors. Texbooks Bailey Head and Neck Surgery Otolaryngology. 3 th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins, 2001; p.246-260.
6. Devanand DP, Michaels-Marston KS, Liu X, et al: Olfactory deficits in patients with mild cognitive impairment predict Alzheimer’s disease at follow-up. Am J Psychiatry 2000 Sep; 157(9): 1399-405.
7.http://thtkl.wordpress
PENDAHULUAN
Indera penghidu/pembau yang merupakan fungsi saraf olfaktorius (N.I), sangat erat hubungannya dengan indera pengecap yang dilakukan oleh saraf trigeminus (N.V), karena seringkali kedua sensoris ini bekerja bersama-sama. Reseptor organ penghidu terdapat di regio olfaktorius dihidung bagian sepetiga atas. Serabut saraf olfaktorius berjalan melalui lubang-lubang pada lamina kribrosa os etmoid menuju bulbus olfaktorius didasar fosa kranii anterior (1).
Hilangnya fungsi pembauan dan/atau pengecapan dapat mengancam jiwa penderita karena penderita tak mampu mendeteksi asap saat kebakaran atau tidak dapat mengenali makanan yang telah basi. Karena sekitar 80% gangguan pengecapan merupakan kelainan pembauan yang sejati maka artikel ini terutama difokuskan pada fungsi pembauan dan penurunannya. (2)
Hasil survei tahun 1994 menunjukkan bahwa 2,7 juta penduduk dewasa Amerika menderita gangguan pembauan, sementara 1,1 juta dinyatakan menderita gangguan pengecapan. Penelitian yang dilakukan sebelumnya menemukan bahwa 66% penduduk merasakan bahwa mereka pernah mengalami penurunan ketajaman pembauan. (2,3)
Terminologi. (2)
Gangguan pembauan disebut dengan “osmia”.
Gangguan Pembauan.
? Anosmia : tidak bisa mendeteksi bau
? hiposmia : penurunan kemampuan dalam mendeteksi bau
? disosmia : distorsi identifikasi bau
? Parosmia : perubahan persepsi pembauan meskipun terdapat sumber bau, biasanya bau tidak enak.
? Phantosmia : persepsi bau tanpa adanya sumber bau
? Agnosia : tidak bisa menyebutkan atau membedakan bau, walaupun penderita dapat mendeteksi bau.
Gangguan pembauan dapat bersifat total (seluruh bau), parsial (hanya sejumlah bau), atau spesifik (hanya satu atau sejumlah kecil bau).
ANATOMI DAN FISIOLOGI (4,5)
Neuroepitel olfaktorius terletak di bagian atas rongga hidung di dekat cribiform plate, septum nasi superior dan dinding nasal superolateral. Struktur ini merupakan neuroepitelium pseudostratified khusus yang didalamnya terdapat reseptor olfaktorius utama. Pada neonatus, daerah ini merupakan suatu lembar neural yang padat, namun pada anak-anak dan dewasa terbentuk interdigitasi antara jaringan respiratorius dan olfaktorius.Dengan bertambahnya usia seseorang, jumlah neuron olfaktorius ini lambat laun akan berkurang. Selain neuron olfaktorius, epitel ini juga tersusun oleh sel-sel penopang yaitu duktus dan glandula Bowman yang sifatnya unik pada epitel olfaktorius dan sel basal yang berfungsi pada regenerasi epitel.
Sensasi pembauan diperantarai oleh stimulasi sel reseptor olfaktorius oleh bahan-bahan kimia yang mudah menguap. Untuk dapat menstimulasi reseptor olfaktorius, molekul yang terdapat dalam udara harus mengalir melalui rongga hidung dengan arus udara yang cukup turbulen dan bersentuhan dengan reseptor. Faktor-faktor yang menentukan efektivitas stimulasi bau meliputi durasi, volume dan kecepatan menghirup. Tiap sel reseptor olfaktorius merupakan neuron bipolar sensorik utama. Dalam rongga hidung rata-rata terdapat lebih dari 100 juta reseptor. Neuron olfaktorius bersifat unik karena secara terus menerus dihasilkan oleh sel-sel basal yang terletak dibawahnya. Sel-sel reseptor baru dihasilkan kurang lebih setiap 30-60 hari. Reseptor odorant termasuk bagian dari G-protein receptor superfamily yang berhubungan dengan adenilat siklase. Manusia memiliki beratus-ratus reseptor olfaktorius yang berbeda, namun tiap neuron hanya mengekspresikan satu tipe reseptor. Inilah yang mendasari dibuatnya peta pembauan (olfactory map). Neuron yang menyerupai reseptor yang terdapat di epitel mengirimkan akson yang kemudian menyatu dalam akson gabungan pada fila olfaktoria didalam epitel.
PATOGENESIS (4).
Aspek-aspek molekuler dari penciuman kini telah dipahami. Pada mammalia, kemungkinan ada 300-1000 gen reseptor penciuman yang termasuk dalam 20 keluarga yang berbeda yang terletak di berbagai kromosom dalam kelompok-kelompok. Gen-gen reseptor ditemukan pada lebih dari 25 lokasi kromosom manusia. Protein-protein reseptor penciuman adalah reseptor-reseptor tergabung protein G yang ditandai oleh keberadaan domain transmembran 7 alfa-helikal. Masing-masing neuron penciuman hanya mengekspresikan satu, atau paling banyak beberapa, gen reseptor, menjadi dasar molekuler untuk pembedaan bau. Maka sistem penciuman ditandai oleh tiga hal yang penting: (1) keluarga gen reseptor yang besar yang menunjukkan keberagaman yang sangat baik sehingga memungkinkan respon terhadap berbagai bau, (2) protein-protein reseptor yang menunjukkan spesifitas yang hebat sehingga memungkinkan pembedaan bau, dan (3) hubungan-hubungan bau disimpan dalam ingatan lama sesudah peristiwa terjadinya paparan dilupakan.
ETIOLOGI (4,6).
Disfungsi pembauan
Gangguan pembauan dapat disebabkan oleh proses-proses patologis di sepanjang jalur olfaktorius. Kelainan ini dianggap serupa dengan gangguan pendengaran yaitu berupa defek konduktif atau sensorineural. Pada defek konduktif (transport) terjadi gangguan transmisi stimulus bau menuju neuroepitel olfaktorius. Pada defek sensorineural prosesnya melibatkan struktur saraf yang lebih sentral. Secara keseluruhan, penyebab defisit pembauan yang utama adalah penyakit pada rongga hidung dan/atau sinus, sebelum terjadinya infeksi saluran nafas atas karena virus; dan trauma kepala. (2).
Defek konduktif
1. Proses inflamasi/peradangan dapat mengakibatkan gangguan pembauan. Kelainannya meliputi rhinitis (radang hidung) dari berbagai macam tipe, termasuk rhinitis alergika, akut, atau toksik (misalnya pada pemakaian kokain). Penyakit sinus kronik menyebabkan penyakit mukosa yang progresif dan seringkali diikuti dengan penurunan fungsi pembauan meski telah dilakukan intervensi medis, alergis dan pembedahan secara agresif.
2. Adanya massa/tumor dapat menyumbat rongga hidung sehingga menghalangi aliran odorant ke epitel olfaktorius. Kelainannya meliputi polip nasal (paling sering), inverting papilloma, dan keganasan.
3. Abnormalitas developmental (misalnya ensefalokel, kista dermoid) juga dapat menyebabkan obstruksi.
4. Pasien pasca laringektomi atau trakheotomi dapat menderita hiposmia karena berkurang atau tidak adanya aliran udara yang melalui hidung. Pasien anak dengan trakheotomi dan dipasang kanula pada usia yang sangat muda dan dalam jangka waktu yang lama kadang tetap menderita gangguan pembauan meski telah dilakukan dekanulasi, hal ini terjadi karena tidak adanya stimulasi sistem olfaktorius pada usia yang dini.
Defek sentral/sensorineural
1. Proses infeksi/inflamasi menyebabkan defek sentral dan gangguan pada transmisi sinyal. Kelainannya meliputi infeksi virus (yang merusak neuroepitel), sarkoidosis (mempengaruhi stuktur saraf), Wegener granulomatosis, dan sklerosis multipel.
2. Penyebab kongenital menyebabkan hilangnya struktur saraf. Kallman syndrome ditandai oleh anosmia akibat kegagalan ontogenesis struktur olfakorius dan hipogonadisme hipogonadotropik. Salahsatu penelitian juga menemukan bahwa pada Kallman syndrome tidak terbentuk VNO.
3. Gangguan endokrin (hipotiroidisme, hipoadrenalisme, DM) berpengaruh pada fungsi pembauan.
4. Trauma kepala, operasi otak, atau perdarahan subarakhnoid dapat menyebabkan regangan, kerusakan atau terpotongnya fila olfaktoria yang halus dan mengakibatkan anosmia.
5. Disfungsi pembauan juga dapat disebabkan oleh toksisitas dari obat-obatan sistemik atau inhalasi (aminoglikosida, formaldehid). Banyak obat-obatan dan senyawa yang dapat mengubah sensitivitas bau, diantaranya alkohol, nikotin, bahan terlarut organik, dan pengolesan garam zink secara langsung.
6. Defisiensi gizi (vitamin A, thiamin, zink) terbukti dapat mempengaruhi pembauan.
7. Jumlah serabut pada bulbus olfaktorius berkurang dengan laju 1% per tahun. Berkurangnya struktur bulbus olfaktorius ini dapat terjadi sekunder karena berkurangnya sel-sel sensorik pada mukosa olfaktorius dan penurunan fungsi proses kognitif di susunan saraf pusat.
8. Proses degeneratif pada sistem saraf pusat (penyakit Parkinson, Alzheimer disease, proses penuaan normal) dapat menyebabkan hiposmia. Pada kasus Alzheimer disease, hilangnya fungsi pembauan kadang merupakan gejala pertama dari proses penyakitnya. Sejalan dengan proses penuaan, berkurangnya fungsi pembauan lebih berat daripada fungsi pengecapan, dimana penurunannya nampak paling menonjol selama usia dekade ketujuh.
Walau dahulu pernah dianggap sebagai defek konduktif murni akibat adanya edema mukosa dan pembentukan polip, rhinosinusitis kronik nampaknya juga menyebabkan kerusakan neuroepitel disertai hilangnya reseptor olfaktorius yang pemanen melalui upregulated apoptosis.
DIAGNOSIS GANGGUAN PEMBAUAN (2).
Tahapan pertama dalam mendiagnosis adalah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Berikan penekanan khusus pada riwayat URI, patologi hidung atau sinus, riwayat trauma, masalah medis lainnya, dan obat-obatan yang diminum.
Lakukan CT scan jika dipandang perlu. Pada umumnya, berkurangnya fungsi pembauan tanpa disertei gejala susunan saraf pusat atau pemeriksaan neurologis yang abnormal sangat kecil kemungkinannya berhubungan dengan massa intrakranial seperti meningioma. Kendati demikian seringkali dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan MRI apabila riwayat penyakitnya tidak mendukung atau ditemukan gejala dan tanda neurologis sekunder. Walau tidak dianjurkan untuk melakkan pemeriksaan laboratorium standard namun dapat dilakukan pemeriksaan alergi, DM, fungsi tiroid, fungsi ginjal dan hepar, fungsi endokrin, dan defisiensi gizi berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Biopsi epitel olfaktorius merupakan suatu teknik dalam riset.
A. Tanda dan Gejala
Mengetahui awitan dan perkembangan kelainan penciuman dapat menjadi hal yang sangat penting untuk menegakkan diagnosis etiologik. Anosmia unilateral jarang menjadi keluhan; ia hanya dapat dikenali dengan menguji bau secara terpisah pada masing-masing lubang hidung. Anosmia bilateral, di lain pihak, membuat pasien mencari pertolongan dokter. Pasien-pasien anosmik biasanya mengeluhkan hilangnya kemampuan merasa meskipun ambang rasanya mungkin berada pada kisaran normal. Pada kenyataannya, mereka mengeluhkan hilangnya deteksi rasa, yang sebagian besar merupakan fungsi dari penciuman. (2,4)
B. Temuan Fisik
Pemeriksaan fisik harus meliputi pemeriksaan lengkap pada telinga, saluran napas bagian atas, kepala, dan leher. Kelainan pada masing-masing daerah kepala dan leher dapat menyebabkan disfungsi penciuman. Keberadaan otitis media serosa dapat menunjukkan adanya massa nasofaring atau peradangan. Pemeriksaan hidung yang seksama untuk mencari massa hidung, jendalan darah, polip, dan peradangan membran hidung sangat penting. Bila ada, rinoskopi anterior harus ditunjang dengan pemeriksaan endoskopik pada rongga hidung dan nasofaring. Keberadaan telekantus pada pemeriksaan mata dapat mengarah ke massa atau peradangan di sinus. Massa nasofaring yang menonjol ke rongga mulut atau drainase purulen di orofaring dapat ditemukan pada pemeriksaan mulut. Leher harus dipalpasi untuk mencari massa atau pembesaran tiroid. Pemeriksaan saraf yang menekankan pada nervus kranialis dan fungsi sensorimotorik sangat penting. Mood pasien secara umum harus dinilai dan tanda-tanda depresi harus dicatat. (4)C. Temuan Laboratorium
Telah dikembangkan teknik-teknik untuk biopsi neuroepitelium olfaktorius. Namun, karena degenerasi neuroepitelium olfaktorius yang luas dan interkalasi epitel pernapasan pada daerah penciuman orang dewasa tanpa disfungsi penciuman yang jelas, material biopsi harus diinterpretasikan dengan hati-hati. (4)
D. Pencitraan
CT scan atau MRI kepala dibutuhkan untuk menyingkirkan neoplasma pada fossa kranii anterior, fraktur fossa kranii anterior yang tak diduga sebelumnya, sinusitis paranasalis, dan neoplasma pada rongga hidung dan sinus paranasalis. Kelainan tulang paling bagus dilihat melalui CT, sedangkan MRI bermanfaat untuk mengevaluasi bulbus olfaktorius, ventrikel, dan jaringan-jaringan lunak lainnya di otak. CT koronal paling baik untuk memeriksa anatomi dan penyakit pada lempeng kribiformis, fossa kranii anterior, dan sinus. (4)
E. Pemeriksaan Sensorik (2).
Pemeriksaan sensorik fungsi penciuman dibutuhkan untuk (1) memastikan keluhan pasien, (2) mengevaluasi kemanjuran terapi, dan (3) menentukan derajat gangguan permanen.
1. Langkah pertama menentukan sensasi kualitatif
Langkah pertama dalam pemeriksaan sensorik adalah menentukan derajat sejauh mana keberadaan sensasi kualitatif. Beberapa metode sudah tersedia untuk pemeriksaan penciuman.
a. Tes Odor stix – Tes Odor stix menggunakan sebuah pena ajaib mirip spidol yang menghasilkan bau-bauan. Pena ini dipegang dalam jarak sekitar 3-6 inci dari hidung pasien untuk memeriksa persepsi bau oleh pasien secara kasar.
b. Tes alkohol 12 inci – Satu lagi tes yang memeriksa persepsi kasar terhadap bau, tes alkohol 12 inci, menggunakan paket alkohol isopropil yang baru saja dibuka dan dipegang pada jarak sekitar 12 inci dari hidung pasien.
c. Scratch and sniff card (Kartu gesek dan cium) – Tersedia scratch and sniff card yang mengandung 3 bau untuk menguji penciuman secara kasar.
d. The University of Pennsylvania Smell Identification Test (UPSIT) – Tes yang jauh lebih baik dibanding yang lain adalah UPSIT; ia sangat dianjurkan untuk pemeriksaan pasien dengan gangguan penciuman. Tes ini menggunakan 40 item pilihan-ganda yang berisi bau-bauan scratch and sniff berkapsul mikro. Sebagai contoh, salah satu itemnya berbunyi “Bau ini paling mirip seperti bau (a) coklat, (b) pisang, (c) bawang putih, atau (d) jus buah,” dan pasien diharuskan menjawab salah satu dari pilihan jawaban yang ada. Tes ini sangat reliabel (reliabilitas tes-retes jangka pendek r = 0,95) dan sensitif terhadap perbedaan usia dan jenis kelamin. Tes ini merupakan penentuan kuantitatif yang akurat untuk derajat relatif defisit penciuman. Orang-orang yang kehilangan seluruh fungsi penciumannya akan mencapai skor pada kisaran 7-19 dari maksimal 40. Skor rata-rata untuk pasien-pasien anosmia total sedikit lebih tinggi dibanding yang diperkirakan menurut peluang saja karena dimasukannya sejumlah bau-bauan yang beraksi melalui rangsangan trigeminal.
2. Langkah ke-dua menentukan ambang deteksi
Setelah dokter menentukan derajat sejauh mana keberadaan sensasi kualitatif, langkah kedua pada pemeriksaan sensorik adalah menetapkan ambang deteksi untuk bau alkohol feniletil. Ambang ini ditetapkan menggunakan rangsangan bertingkat. Sensitivitas untuk masing-masing lubang hidung ditentukan dengan ambang deteksi untuk fenil-teil metil etil karbinol. Tahanan hidung juga dapat diukur dengan rinomanometri anterior untuk masing-masing sisi hidung.
TERAPI (4)
A. Kurang Penciuman Hantaran
Terapi bagi pasien-pasien dengan kurang penciuman hantaran akibat rinitis alergi, rinitis dan sinusitis bakterial, polip, neoplasma, dan kelainan-kelainan struktural pada rongga hidung dapat dilakukan secara rasional dan dengan kemungkinan perbaikan yang tinggi. Terapi berikut ini seringkali efektif dalam memulihkan sensasi terhadap bau: (1) pengelolaan alergi; (2) terapi antibiotik; (3) terapi glukokortikoid sistemik dan topikal; dan (4) operasi untuk polip nasal, deviasi septum nasal, dan sinusitis hiperplastik kronik.
B. Kurang Penciuman Sensorineural
Tidak ada terapi dengan kemanjuran yang telah terbukti bagi kurang penciuman sensorineural. Untungnya, penyembuhan spontan sering terjadi. Sebagian dokter menganjurkan terapi seng dan vitamin. Defisiensi seng yang mencolok tak diragukan lagi dapat menyebabkan kehilangan dan gangguan sensasi bau, namun bukan merupakan masalah klinis kecuali di daerah-daerah geografik yang sangat kekurangan. Terapi vitamin sebagian besar dalam bentuk vitamin A. Degenerasi epitel akibat defisiensi vitamin A dapat menyebabkan anosmia, namun defisiensi vitamin A bukanlah masalah klinis yang sering ditemukan di negara-negara barat. Pajanan pada rokok dan bahan-bahan kimia beracun di udara yang lain dapat menyebabkan metaplasia epitel penciuman. Penyembuhan spontan dapat terjadi bila faktor pencetusnya dihilangkan; karenanya, konseling pasien sangat membantu pada kasus-kasus ini. (4)
C. Kurang Penciuman Akibat Penuaan (Presbiosmia)
Seperti dijelaskan sebelumnya, lebih dari separuh orang yang berusia di atas 60 tahun menderita disfungsi penciuman. Belum ada terapi yang efektif untuk presbiosmia namun sangat penting untuk membicarakan masalah ini dengan pasien-pasien usia lanjut; dapat menenangkan bagi pasien ketika seorang dokter mengenali dan membicarakan bahwa gangguan penciuman memang umum terjadi. Selain itu, manfaat langsung dapat diperoleh dengan mengidentifikasi masalah tersebut sejak dini; insidensi kecelakaan akibat gas alam sangat tinggi pada usia lanjut, kemungkinan sebagian karena penurunan kemampuan membau secara bertahap. Merkaptan, bau busuk pada gas alam, adalah perangsang olfaktorius, bukan trigeminal. Banyak pasien yang lebih tua dengan disfungsi penciuman mengalami penurunan sensasi rasa dan lebih suka memakan makanan-makanan yang lebih kaya rasa. Metode yang paling umum adalah meningkatkan jumlah garam dalam diitnya. Konseling dengan seksama dapat membantu pasien-pasien ini mengembangkan strategi-strategi yang sehat untuk mengatasi gangguan kemampuan membaunya.
PROGNOSIS. (4)
Hasil akhir disfungsi penciuman sebagian besar bergantung pada etiologinya. Disfungsi penciuman akibat sumbatan yang disebabkan oleh polip, neoplasma, pembengkakan mukosa, atau deviasi septum dapat disembuhkan. (2,4,5) Bila sumbatan tadi dihilangkan, kemampuan penciuman semestinya kembali. Sebagian besar pasien yang kehilangan indra penciumannya selama menderita infeksi saluran napas bagian atas sembuh sempurna kemampuan penciumannya; namun, sebagian kecil pasien tak pernah sembuh setelah gejala-gejala ISPA lainnya membaik. Karena alasan-alasan yang belum jelas, pasien-pasien ini sebagian besar adalah wanita pada dekade keempat, kelima, dan keenam kehidupannya. Prognosis penyembuhannya biasanya buruk. Kemampuan dan ambang pengenalan bau secara progresif turun seiring bertambahnya usia. Trauma kepala di daerah frontal paling sering menyebabkan kurang penciuman, meskipun anosmia total lima kali lebih sering terjadi pada benturan terhadap oksipital. Penyembuhan fungsi penciuman setelah cedera kepala traumatik hanyalah 10% dan kualitas kemampuan penciuman setelah perbaikan biasanya buruk. Pajanan terhadap racun-racun seperti rokok dapat menyebabkan metaplasia epitel penciuman. Penyembuhan dapat terjadi dengan penghilangan bahan penyebabnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangunkusumo E. Gangguan Penghidu. In : Soepardi EA, Iskandar N editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 5 th ed. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI, 2006; p.130-131.
2. Leopold DA, Holbrook EH, Noell CA, Mabry RL, Disorders of Taste and Smell. 2006 :1-8. http://www.emedicine.com.
3. Hoffman HJ, Ishii EK, MacTurk RH, Age-related changes in: the prevalence of smell / taste problems among the United States adult population. Results of the 1994 disability supplement to the National Health Interview Survey (NHIS). Ann N Y Acad Sci 1998 Nov 30; 855: 716-22.
4. Lalwani AK, Mafong DD, Olfactory Dysfungtion. In: Lalwani AK editor. a Lange Madical Book Current Diagnosis & Treament In Otolaryngology Head and Neck Surgery.64 Th ed. New York: Mc Graw Hill, 2004 ; p.239-243.
5. Doty RL, Deems DA, Olfactory Function and Dysfunction In : Bailey BJ, Calhoun KH, Healy GB et al Editors. Texbooks Bailey Head and Neck Surgery Otolaryngology. 3 th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins, 2001; p.246-260.
6. Devanand DP, Michaels-Marston KS, Liu X, et al: Olfactory deficits in patients with mild cognitive impairment predict Alzheimer’s disease at follow-up. Am J Psychiatry 2000 Sep; 157(9): 1399-405.
7.http://thtkl.wordpress
Label:
kesehatan
Selasa, 10 April 2012
Telinga Hidung Tenggorokan
Lokasi dan fungsi dari telinga, hidung dan tenggorokan berhubungan erat.
Kelainan pada organ-organ tersebut didiagnosis dan diobati oleh dokter spesialis yang disebut otolaringologis.
TELINGA
Telinga merupakan organ untuk pendengaran dan keseimbangan, yang terdiri dari telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
Telinga luar menangkap gelombang suara yang dirubah menjadi energi mekanis oleh telinga tengah. Telinga tengah merubah energi mekanis menjadi gelombang saraf, yang kemudian dihantarkan ke otak. Telinga dalam juga membantu menjaga keseimbangan tubuh.
Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna atau aurikel) dan saluran telinga (meatus auditorius eksternus).
Telinga luar merupakan tulang rawan (kartilago) yang dilapisi oleh kulit, daun telinga kaku tetapi juga lentur.
Suara yang ditangkap oleh daun telinga mengalir melalui saluran telinga ke gendang telinga.
Gendang telinga adalah selaput tipis yang dilapisi oleh kulit, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga luar.
Telinga Tengah
Teling tengah terdiri dari gendang telinga (membran timpani) dan sebuah ruang kecil berisi udara yang memiliki 3 tulang kecil yang menghubungkan gendang telinga dengan telinga dalam.
Ketiga tulang tersebut adalah:
• Maleus (bentuknya seperti palu, melekat pada gendang telinga)
• Inkus (menghugungkan maleus dan stapes)
• Stapes (melekat pda jendela oval di pintu masuk ke telinga dalam).
Getaran dari gendang telinga diperkuat secara mekanik oleh tulang-tulang tersebut dan dihantarkan ke jendela oval.
Telinga tengah juga memiliki 2 otot yang kecil-kecil:
• Otot tensor timpani (melekat pada maleus dan menjaga agar gendang telinga tetap menempel)
• Otot stapedius (melekat pada stapes dan menstabilkan hubungan antara stapedius dengan jendela oval.
Jika telinga menerima suara yang keras, maka otot stapedius akan berkontraksi sehingga rangkaian tulang-tulang semakin kaku dan hanya sedikit suara yang dihantarkan.
Respon ini disebut refleks akustik, yang membantu melindungi telinga dalam yang rapuh dari kerusakan karena suara.
Tuba eustakius adalah saluran kecil yang menghubungkan teling tengah dengan hidung bagian belakang, yang memungkinkan masuknya udara luar ke dalam telinga tengah.
Tuba eustakius membuka ketika kita menelan, sehingga membantu menjaga tekanan udara yang sama pada kedua sisi gendang telinga, yang penting untuk fungsi pendengaran yang normal dan kenyamanan.
Telinga Dalam
Telinga dalam (labirin) adalah suatu struktur yang kompleks, yang terjdiri dari 2 bagian utama:
• Koklea (organ pendengaran)
• Kanalis semisirkuler (organ keseimbangan).
Koklea merupakan saluran berrongga yang berbentuk seperti rumah siput, terdiri dari cairan kental dan organ Corti, yang mengandung ribuan sel-sel kecil (sel rambut) yang memiliki rambut yang mengarah ke dalam cairan tersebut.
Getaran suara yang dihantarkan dari tulang pendengaran di telinga tengah ke jendela oval di telinga dalam menyebabkan bergetarnya cairan dan sel rambut. Sel rambut yang berbeda memberikan respon terhadap frekuensi suara yang berbeda dan merubahnya menjadi gelombang saraf.
Gelombang saraf ini lalu berjalan di sepanjang serat-serat saraf pendengaran yang akan membawanya ke otak.
Walaupun ada perlindungan dari refleks akustik, tetapi suara yang gaduh bisa menyebabkan kerusakan pada sel rambut.
Jika sel rambut rusak, dia tidak akan tumbuh kembali.
Jika telinga terus menerus menerima suara keras maka bisa terjadi kerusakan sel rambut yang progresif dan berkurangnya pendengaran.
Kanalis semisirkuler merupakan 3 saluran yang berisi cairan, yang berfungsi membantu menjaga keseimbangan.
Setiap gerakan kepala menyebabkan ciaran di dalam saluran bergerak.
Gerakan cairan di salah satu saluran bisa lebih besar dari gerakan cairan di saluran lainnya; hal ini tergantung kepada arah pergerakan kepala.
Saluran ini juga mengandung sel rambut yang memberikan respon terhadap gerakan cairan.
Sel rambut ini memprakarsai gelombang saraf yang menyampaikan pesan ke otak, ke arah mana kepala bergerak, sehingga keseimbangan bisa dipertahankan.
Jika terjadi infeksi pada kanalis semisirkuler, (seperti yang terjadi pada infeksi telinga tengah atau flu) maka bisa timbul vertigo (perasaan berputar).
HIDUNG
Hidung merupakan organ penciuman dan jalan utama keluar-masuknya udara dari dan ke paru-paru.
Hidung juga memberikan tambahan resonansi pada suara dan merupakan tempat bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air mata.
Hidung bagian atas terdiri dari tulang dan hidung bagian bawah terdiri dari tulang rawan (kartilago).
Di dalam hidung terdapat rongga yang dipisahkan menjadi 2 rongga oleh septum, yang membentang dari lubang hidung sampai ke tenggorokan bagian belakang.
Tulang yang disebut konka nasalis menonjol ke dalam rongga hidung, membentuk sejumlah lipatan.
Lipatan ini menyebabkan bertambah luasnya daerah permukaan yang dilalui udara.
Rongga hidung dilapisi oleh selaput lendir dan pembuluh darah.
Luasnya permukaan dan banyaknya pembuluh darah memungkinkan hidung menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk dengan segera.
Sel-sel pada selaput lendir menghasilkan lendir dan memiliki tonjolan-tonjolan kecil seperti rambut (silia).
Biasanya kotoran yang masuk ke hidung ditangkap oleh lendir, lalu disapu oleh silia ke arah lobang hidung atau ke tenggorokan. Cara ini membantu membersihkan udara sebelum masuk ke dalam paru-paru.
Bersin secara otomatis membersihkan saluran hidung sebagai respon terhadap iritasi, sedangkan batuk membersihkan paru-paru.
Sel-sel penghidu terdapat di rongga hidung bagian atas.
Sel-sel ini memiliki silia yang mengarah ke bawah (ke rongga hidung) dan serat saraf yang mengarah ke atas (ke bulbus olfaktorius, yang merupakan penonjolan pada setiap saraf olfaktorius/saraf penghidu).
Saraf olfaktorius langsung mengarah ke otak.
SINUS PARANASALIS
Tulang di sekitar hidung terdiri dari sinus paranasalis, yang merupakan ruang berrongga dengan lubang yang mengarah ke rongga hidung.
Terdapat 4 kelompok sinus paranasalis:
• Sinus maksilaris
• Sinus etmoidalis
• Sinus frontalis
• Sinus sfenoidalis.
Dengan adanya sinus ini maka:
- berat dari tulang wajah menjadi berkurang
- kekuatan dan bentuk tulang terpelihara
- resonansi suara bertambah.
Sinus dilapisi oleh selapus lendir yang terdiri dari sel-sel penghasil lendir dan silia.
Partikel kotoran yang masuk ditangkap oleh lendir lalu disapu oleh silia ke rongga hidung.
Pengaliran dari sinus bisa tersumbat, sehingga sinus sangat peka terhadap ifneksi dan peradangan (sinusitis).
TENGGOROKAN
Tenggorokan (faring) terletak di belakang mulut, di bawah rongga hidung dan diatas kerongkongan dan tabung udara (trakea).
Tenggorokan terbagi lagi menjadi:
- nasofaring (bagian atas)
- orofaring (bagian tengah)
- hipofaring (bagian bawah.
Tenggorokan merupakan saluran berotot tempat jalannya makanan ke kerongkongan dan tempat jalannya udara ke paru-paru.
Tenggorokan dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri dari sel-sel penghasil lendir dan silia.
Kotoran yang masuk ditangkap oleh lendir dan disapu oleh silia ke arah kerongkongan lalu ditelan.
Tonsil (amandel) terletak di mulut bagian belakang, sedangkan adenoid terletak di rongga hidung bagian belakang.
Tonsil dan adenoid terdiri dari jaringan getah bening dan membantu melawan infeksi.
Ukuran terbesar ditemukan pada masa kanak-kanak dan secara perlahan akan menciut.
Pada puncak trakea terdapat kotak suara (laring), yang mengandung pita suara dan berfungsi menghasilkan suara.
Jika mengendur, maka pita suara membentuk lubang berbentuk huruf V sehingga udara bisa lewat dengan bebas.
Jika mengkerut, pita suara akan bergetar, menghasilkan suara yang bisa dirubah oleh lidah, hidung dan mulut sehingga terjadilah percakapan.
Epiglotis merupakan suatu lembaran yang terutama terdiri dari kartilago dan terletak di atas serta di depan laring.
Selama menelan, epiglotis menutup untuk mencegah masuknya makanan dan cairan ke dalam trakea.
sumber :medicastore
Kelainan pada organ-organ tersebut didiagnosis dan diobati oleh dokter spesialis yang disebut otolaringologis.
TELINGA
Telinga merupakan organ untuk pendengaran dan keseimbangan, yang terdiri dari telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
Telinga luar menangkap gelombang suara yang dirubah menjadi energi mekanis oleh telinga tengah. Telinga tengah merubah energi mekanis menjadi gelombang saraf, yang kemudian dihantarkan ke otak. Telinga dalam juga membantu menjaga keseimbangan tubuh.
Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna atau aurikel) dan saluran telinga (meatus auditorius eksternus).
Telinga luar merupakan tulang rawan (kartilago) yang dilapisi oleh kulit, daun telinga kaku tetapi juga lentur.
Suara yang ditangkap oleh daun telinga mengalir melalui saluran telinga ke gendang telinga.
Gendang telinga adalah selaput tipis yang dilapisi oleh kulit, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga luar.
Telinga Tengah
Teling tengah terdiri dari gendang telinga (membran timpani) dan sebuah ruang kecil berisi udara yang memiliki 3 tulang kecil yang menghubungkan gendang telinga dengan telinga dalam.
Ketiga tulang tersebut adalah:
• Maleus (bentuknya seperti palu, melekat pada gendang telinga)
• Inkus (menghugungkan maleus dan stapes)
• Stapes (melekat pda jendela oval di pintu masuk ke telinga dalam).
Getaran dari gendang telinga diperkuat secara mekanik oleh tulang-tulang tersebut dan dihantarkan ke jendela oval.
Telinga tengah juga memiliki 2 otot yang kecil-kecil:
• Otot tensor timpani (melekat pada maleus dan menjaga agar gendang telinga tetap menempel)
• Otot stapedius (melekat pada stapes dan menstabilkan hubungan antara stapedius dengan jendela oval.
Jika telinga menerima suara yang keras, maka otot stapedius akan berkontraksi sehingga rangkaian tulang-tulang semakin kaku dan hanya sedikit suara yang dihantarkan.
Respon ini disebut refleks akustik, yang membantu melindungi telinga dalam yang rapuh dari kerusakan karena suara.
Tuba eustakius adalah saluran kecil yang menghubungkan teling tengah dengan hidung bagian belakang, yang memungkinkan masuknya udara luar ke dalam telinga tengah.
Tuba eustakius membuka ketika kita menelan, sehingga membantu menjaga tekanan udara yang sama pada kedua sisi gendang telinga, yang penting untuk fungsi pendengaran yang normal dan kenyamanan.
Telinga Dalam
Telinga dalam (labirin) adalah suatu struktur yang kompleks, yang terjdiri dari 2 bagian utama:
• Koklea (organ pendengaran)
• Kanalis semisirkuler (organ keseimbangan).
Koklea merupakan saluran berrongga yang berbentuk seperti rumah siput, terdiri dari cairan kental dan organ Corti, yang mengandung ribuan sel-sel kecil (sel rambut) yang memiliki rambut yang mengarah ke dalam cairan tersebut.
Getaran suara yang dihantarkan dari tulang pendengaran di telinga tengah ke jendela oval di telinga dalam menyebabkan bergetarnya cairan dan sel rambut. Sel rambut yang berbeda memberikan respon terhadap frekuensi suara yang berbeda dan merubahnya menjadi gelombang saraf.
Gelombang saraf ini lalu berjalan di sepanjang serat-serat saraf pendengaran yang akan membawanya ke otak.
Walaupun ada perlindungan dari refleks akustik, tetapi suara yang gaduh bisa menyebabkan kerusakan pada sel rambut.
Jika sel rambut rusak, dia tidak akan tumbuh kembali.
Jika telinga terus menerus menerima suara keras maka bisa terjadi kerusakan sel rambut yang progresif dan berkurangnya pendengaran.
Kanalis semisirkuler merupakan 3 saluran yang berisi cairan, yang berfungsi membantu menjaga keseimbangan.
Setiap gerakan kepala menyebabkan ciaran di dalam saluran bergerak.
Gerakan cairan di salah satu saluran bisa lebih besar dari gerakan cairan di saluran lainnya; hal ini tergantung kepada arah pergerakan kepala.
Saluran ini juga mengandung sel rambut yang memberikan respon terhadap gerakan cairan.
Sel rambut ini memprakarsai gelombang saraf yang menyampaikan pesan ke otak, ke arah mana kepala bergerak, sehingga keseimbangan bisa dipertahankan.
Jika terjadi infeksi pada kanalis semisirkuler, (seperti yang terjadi pada infeksi telinga tengah atau flu) maka bisa timbul vertigo (perasaan berputar).
HIDUNG
Hidung merupakan organ penciuman dan jalan utama keluar-masuknya udara dari dan ke paru-paru.
Hidung juga memberikan tambahan resonansi pada suara dan merupakan tempat bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air mata.
Hidung bagian atas terdiri dari tulang dan hidung bagian bawah terdiri dari tulang rawan (kartilago).
Di dalam hidung terdapat rongga yang dipisahkan menjadi 2 rongga oleh septum, yang membentang dari lubang hidung sampai ke tenggorokan bagian belakang.
Tulang yang disebut konka nasalis menonjol ke dalam rongga hidung, membentuk sejumlah lipatan.
Lipatan ini menyebabkan bertambah luasnya daerah permukaan yang dilalui udara.
Rongga hidung dilapisi oleh selaput lendir dan pembuluh darah.
Luasnya permukaan dan banyaknya pembuluh darah memungkinkan hidung menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk dengan segera.
Sel-sel pada selaput lendir menghasilkan lendir dan memiliki tonjolan-tonjolan kecil seperti rambut (silia).
Biasanya kotoran yang masuk ke hidung ditangkap oleh lendir, lalu disapu oleh silia ke arah lobang hidung atau ke tenggorokan. Cara ini membantu membersihkan udara sebelum masuk ke dalam paru-paru.
Bersin secara otomatis membersihkan saluran hidung sebagai respon terhadap iritasi, sedangkan batuk membersihkan paru-paru.
Sel-sel penghidu terdapat di rongga hidung bagian atas.
Sel-sel ini memiliki silia yang mengarah ke bawah (ke rongga hidung) dan serat saraf yang mengarah ke atas (ke bulbus olfaktorius, yang merupakan penonjolan pada setiap saraf olfaktorius/saraf penghidu).
Saraf olfaktorius langsung mengarah ke otak.
SINUS PARANASALIS
Tulang di sekitar hidung terdiri dari sinus paranasalis, yang merupakan ruang berrongga dengan lubang yang mengarah ke rongga hidung.
Terdapat 4 kelompok sinus paranasalis:
• Sinus maksilaris
• Sinus etmoidalis
• Sinus frontalis
• Sinus sfenoidalis.
Dengan adanya sinus ini maka:
- berat dari tulang wajah menjadi berkurang
- kekuatan dan bentuk tulang terpelihara
- resonansi suara bertambah.
Sinus dilapisi oleh selapus lendir yang terdiri dari sel-sel penghasil lendir dan silia.
Partikel kotoran yang masuk ditangkap oleh lendir lalu disapu oleh silia ke rongga hidung.
Pengaliran dari sinus bisa tersumbat, sehingga sinus sangat peka terhadap ifneksi dan peradangan (sinusitis).
TENGGOROKAN
Tenggorokan (faring) terletak di belakang mulut, di bawah rongga hidung dan diatas kerongkongan dan tabung udara (trakea).
Tenggorokan terbagi lagi menjadi:
- nasofaring (bagian atas)
- orofaring (bagian tengah)
- hipofaring (bagian bawah.
Tenggorokan merupakan saluran berotot tempat jalannya makanan ke kerongkongan dan tempat jalannya udara ke paru-paru.
Tenggorokan dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri dari sel-sel penghasil lendir dan silia.
Kotoran yang masuk ditangkap oleh lendir dan disapu oleh silia ke arah kerongkongan lalu ditelan.
Tonsil (amandel) terletak di mulut bagian belakang, sedangkan adenoid terletak di rongga hidung bagian belakang.
Tonsil dan adenoid terdiri dari jaringan getah bening dan membantu melawan infeksi.
Ukuran terbesar ditemukan pada masa kanak-kanak dan secara perlahan akan menciut.
Pada puncak trakea terdapat kotak suara (laring), yang mengandung pita suara dan berfungsi menghasilkan suara.
Jika mengendur, maka pita suara membentuk lubang berbentuk huruf V sehingga udara bisa lewat dengan bebas.
Jika mengkerut, pita suara akan bergetar, menghasilkan suara yang bisa dirubah oleh lidah, hidung dan mulut sehingga terjadilah percakapan.
Epiglotis merupakan suatu lembaran yang terutama terdiri dari kartilago dan terletak di atas serta di depan laring.
Selama menelan, epiglotis menutup untuk mencegah masuknya makanan dan cairan ke dalam trakea.
sumber :medicastore
Label:
kesehatan
Minggu, 08 April 2012
Sejarah Panjang Perkembangan Panahan
Sampai saat ini tak seorangpun mengetahui, sejak kapan orang mulai memanah. Orang hanya menduga bahwa memanah telah dilakukan manusia sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Namun dari buku-buku melukiskan bahwa orang purbakala telah melakukan panahan yaitu menggunakan busur dan panah untuk berburu dan untuk mempertahankan hidup. Bahkan dari beberapa buku melukiskan bahwa lebih dari 100.000 tahun yang lalu suku Neanderathal telah menggunakan busur dan panah.
Ahli-ahli purbakala dalam penggalian di Mesir juga telah menemukan tubuh seorang prajurit Mesir Kuno yang menemui ajalnya karena ditembus anak panah.
Data menunjukkan bahwa kejadian itu terjadi kira-kira 2100 tahun sebelum masehi. Dari beberapa buku juga mengemukan bahwa sampai kira-kira tahun 1600 sesudah Masehi, busur dan panah merupakan senjata utama setiap negara dan bangsa untuk berperang.
Hingga kinipun masih ada suku-suku bangsa yang mempergunakan busur dan panah dalam penghidupan sehari-hari mereka, seperti : suku-suku bangsa di hutan-hutan daerah hulu sungai Amazone, suku-suku Veda di pedalaman Srilangka, suku-suku Negro di Afrika, suku-suku Irian di Irian Jaya, suku Dayak dan suku Kubu Dari buku-buku dan keterangan-keterangan yang diperoleh maka terdapat dua kelompok ahli yang mengemukakan dua teori yang berbeda.
Yang pertama berpendapat bahwa panah dan busur mulai dipakai dalam peradaban manusia sejak "era mesolitik" atau kira-kira antara 5000 - 7000 tahun yang silam, sedang pendapat kedua percaya bahwa panahan lebih awal dari masa itu, yaitu dalam "era paleolitik" antara 10.000 - 15.000 tahun yang lalu.
Terlepas dari mana yang benar, maka yang jelas bahwa sebelum panahan menemui bentuknya sebagai olahraga seperti yang kita kenal saat ini, ternyata telah melalui masa pertumbuhan yang panjang. Melalui peranan yang berbeda-beda, mula-mula panahan dipergunakan orang sebagai alat untuk mempertahankan diri dari serangan bahaya binatang liar, sebagai alat untuk mencari makan, atau untuk berburu, untuk senjata perang dan baru kemudian berperan sebagai olahraga baik sebagai rekreasi ataupun prestasi.
Dari catatan sejarah dapat dicatat bahwa baru pada tahun 1676, atas prakarsa Raja Charles II dari Inggris, panahan mulai dipandang sebagai suatu cabang olahraga. Dan kemudian banyak negara-negara lain yang juga menganggap panahan sebagai olahraga dan bukan lagi sebagai senjata untuk berperang.
Pada tahun 1844 di Inggris diselenggarakan perlombaan panahan kejuaraan nasional yang pertama dibawah nama GNAS (Grand National Archery Society), sedang di Amerika Seirkat menyelenggarakan kejuaraan nasionalnya yang pertama pada tahun 1879 di kota Chicago.
Perkembangan Panahan di Indonesia
Sama halnya dengan sejarah panahan di dunia, demikian pula tidak seorangpun yang dapat memastikan sejak kapan manusia di Indonesia menggunakan panahan dan busur dalam kehidupannya. Tetapi apabila kita memperhatikan cerita-cerita wayang purwa misalnya, jelas bahwa sejarah panah dan busur di Indonesiapun telah cukup panjang, dan tokoh-tokoh pemanah seperti Arjuna, Sumantri, Ekalaya, Dipati Karno, Srikandi demikian pula Dorna sebagai Coach panahan terkenal dalam cerita Mahabharata.
Kalau PON I kita pakai sebagai batasan waktu era kebangunan olahraga Nasional, maka Panahan telah ikut ambil bagian dalam era kebangunan Olahraga Nasional itu. Dalam sejarah PON, Panahan merupakan cabang yang selalu diperlombakan, walaupun secara resminya Persatuan Panahan Indonesia (Perpani) baru terbentuk pada tanggal 12 Juli 1953 di Yogyakarta atas prakarsa Sri Paku Alam VIII. Dan Kejuaraan Nasional yang pertama sebagai perlombaan yang terorganisir, baru diselenggarakan para tahun 1959 di Surabaya.
Sri Paku Alam VIII selanjutnya menjabat sebagai Ketua Umum Perpani hampir duapuluh empat tahun dari tahun 1953 sampai tahun 1977. Dengan terbentuknya Organisasi Induk Perpani, maka langkah pertama yang dilakukan adalah menjadi anggota FITA (Federation Internationale de Tir A L’arc).
Organisasi Federasi Panahan Internasional yang berdiri sejak tahun 1931. Indonesia diterima sebagai anggota FITA pada tahun 1959 pada konggresnya di Oslo, Norwegia. Sejak saat itu Panahan di Indonesia maju pesat, walaupun pada tahun-tahun pertama kegiatan Panahan hanya terdapat di beberapa kota di pulau Jawa saja. Kini boleh dikatakan bahwa hampir di setiap penjuru tanah air, Panahan sudah mulai dikenal.
Dengan diterimanya sebagai anggota FITA pada tahun 1959, maka pada waktu itu di Indonesia selain dikenal jenis Panahan tradisional dengan ciri-ciri menembak dengan gaya duduk dan instinctive, maka dikenal pula jenis ronde FITA yang merupakan jenis ronde Internasional, yang menggunakan alat-alat bantuan luar negeri yang lebih modern dengan gaya menembak berdiri. Dan dengan demikian terbuka pulalah kesempatan bagi pemanah Indonesia untuk mengambil bagian dalam pertandingan-pertandingan Internasional.
Bersamaan dengan itu timbul masalah peralatan yang harus diatasi untuk bisa mengambil bagian dalam pertandingan Internasional, pemanah kita harus memiliki peralatan yang memadai, agar dapat berkompetisi dengan lawan-lawannya secara berimbang. Kenyataannya alat-alat ini sangat mahal harganya dan sulit di dapat. Hanya beberapa pemanah saja yang dapat membayar harga alat-alat tersebut. Keadaan ini merupakan faktor penghambat bagi perkembangan olahraga ini.
Untuk mengatasi masalah ini, pada tahun 1963 Perpani menciptakan Ronde baru dengan nama Ronde Perpani. Pokok-pokok ketentuan pada perpani pada dasarnya sama dengan ronde FITA, kecuali tentang peralatannya yang dipakai dan jarak tembak disesuaikan dengan kemampuan peralatan yang dibuat di dalam negeri. Mengenai peralatan Ronde Perpani ini ditetapkan bahwa hanya busur dan panah yang dibuat dan dengan bahan dalam negeri yang boleh dipakai.
Dengan ketentuan tadi dua hal yang hendak dicapai, pertama untuk pemasalan belum diperlukan peralatan yang mahal, yangg harus diimport, tetapi cukup alat-alat yang bisa dibuat di Indonesia. Kedua, Ronde Perpani mempunyai peranan untuk mempersiapkan pemanah-pemanah kita untuk bisa mengambil bagian dalam pertandingan Internasional, tanpa menunggu tersedianya alat yang harus dibeli dengan harga mahal.
Bagi mereka yang terbukti berhasil membuktikan kemampuannya melalui ronde Perpani, diberi kesempatan memakai peralatan Internasional. Sedangkan Ronde Tradisional dengan ciri-ciri dilakukan dengan gaya duduk dan instinctive, sulit mengambil sumber pemanah langsung dari ronde Tradisional, karena perbedaan-perbedaan yang sifatnya prinsipil tadi.
Kemudian dengan adanya tiga ronde panahan tersebut, Perpani mengatur waktu untuk kejuaraan nasional sebagai berikut : Setiap tahun genap diselenggarakan Kejuaraan Nasional untuk Ronde Perpani dan Ronde Tradisional, sedang pada tahun ganjil diselenggarakan Kejuaraan Nasional untuk ronde FITA.
Kebijaksanaan ini adalah dalam hubungannya dengan ketentuan dari FITA yang menyelenggarakan Kejuaraan Dunia pada setiap tahun ganjil. Sehingga Kejuaraan Nasional Ronde FITA tersebut dimaksudkan untuk persiapkan dan memilih para pemanah Indonesia yang akan diterjunkan ke kejuaraan Dunia. Sedangkan pada PON diperlombakan ketiga ronde sekaligus.
Sejak Konggres Perpani tahun 1981 bersamaan dengan PON X, pola kebijaksanaan Perpani dirubah, yaitu bahwa Kejuaraan Nasional diselenggarakan setiap tahun (kecuali tahun diselenggarakannya PON tidak ada Kejuaraan Nasional) dan diperlombakan ketiga ronde Panahan sekaligus yaitu Ronde FITA, Ronde Perpani dan Ronde Tradisional.
Perlu dikemukakan disini bahwa sebelum tahun 1959 yaitu tahun diterimanya Perpani sebagai anggota FITA, pada PON - I tahun 1948 di Solo, PON II/1951 di Jakarta, PON - III/1953 di Medan, PON - IV/1957 di Makasar, panahan hanya memperlombakan Ronde Tradisional, yaitu ronde duduk, dengan hanya satu jarak 30 meter, dengan 48 tambahan @ 4 anak panah dan dengan sasaran bulatan dengan hanya dibagi tiga bagian saja.
Selanjutnya beberapa kejadian penting yang dapat dikemukakan mengenai dunia Panahan Indonesia, antara lain :
- Tahun 1959 : Kejuaraan Nasional I di Surabaya.
- Tahun 1961 : Kejuaraan Nasional II di Yogyakarta.
- Tahun 1962 : Kejuaraan Nasional III di Jakarta
- Asian Games IV di Jakarta, dimana regu Panahan Indonesia menduduki tempat kedua di bawah Jepang.
- Tahun 1963 : Kejuaraan Nasinal IV di Jakarta.
- Genefo I di Jakarta, dimana regu Indonesia (Putera) menduduki tempat keempat dan regu puterinya kedua.
- Tahun 1964 : Perlawatan regu Nasional ke RRC dan Phlipina. Selama di RRC pemanah-penahan pria kita dalam tiga pertandingan menduduki tempat teratas.
Sedangkan puteri kita masih harus mengakui keunggulan pemanah-pemanah puteri RRC. Di Philipiina sebaliknya pemanah-pemanah tuan rumah, sedang pemanah puteri kita unggul dari pemanah-pemanah Philipina.
- Tahun 1965 :
Kejuaraan Dunia di Vesteras, Swedia, dimana regu puteri Indonesia ketiga belas dan regu puteri kesembilan terbaik di dunia.
- Tahun 1966 : Ganefo Asia I di Phnom Penh, Kamboja. Regu putera menempati urutan teratas, dan dua orang jago kita berhasil merebut medali emas dan perak untuk kejuaraan perorangan. Regu puteri kita menduduki tempat kedua di bawah RRC.
Untuk selanjutnya, perkembangan dan prestasi Panahan Indonesia tidak mengecewakan. Kejuaraan Nasional selalu diselenggarakan setiap tahun, yaitu tahun genap untuk Ronde Perpani dan Ronde Tradisional, sedang pada tahun ganjil untuk Ronde FITA (sejak tahun 1982 Kejuaraan Nasional diselenggarakan setiap tahun untuk ketiga ronde Panahan yaitu Ronde FITA, Ronde Perpani dan Ronde Tradisional sekaligus).
Demikian pula Perpani selalu berusaha dan berhasil mengikuti kejuaraan-kejuaraan Dunia, walaupun hasilnya masih di bawah pemanah-pemanah Asia masih menempati urutan teratas. Juga pada pertandingan-pertandingan Internasional lainnya seperti Asian Games, SEA Games, Asian Meeting Championships, Asia Oceania Target Archery Championships, Perpani selalu ikut mengambil bagian.
Demikialah perkembangan Panahan dan Perpani sampai saat ini, dimana cabang Panahan termasuk di dalam cabang yang diprioritaskan, bahkan termasuk cabang super-prioritas, di dalam persiapan menghadapi Asian Games XIII/1986 di Seoul - Korea Selatan. Hal ini tentunya karena prestasi cabang Panahan yang telah dicapai selama ini.
Perlu dicatat bahwa dalam forum Olympic Gamespun Panahan telah ikut berbicara, walaupun pihak Pemerintah selalu mengirimkan pemanah-pemanah kita dalam jumlah yang minim, yaitu satu putera dan satu puteri. Tetapi sejarah telah mencatat bahwa pada Olympic Games tahun 1976 di Montreal - Kanada pemanah puteri kita yaitu Leane Suniar berhasil menempati urutan kesembilan dan pada Olympic Games Tahun 1988 di Seoul - Korea Selatan, pemanah team puteri kita berhasil menempati urutan kedua dan pertama kalinya Indonesia mendapat perak di arena yang bertaraf Internasional. Suatu prestasi yang sangat membanggakan.(am/msm/mkm)
disalin dari : http://formula.indonesiafile.com/
Label:
info
Langganan:
Postingan (Atom)